Saturday, July 30, 2005

Tanggapanku ttg 11 Fatwa MUI

Pada hari Kamis, 28 Juli 2005, MUI mengeluarkan 11 fatwa yang beberapa diantaranya berkaitan dengan kejadian yg baru terjadi.

Berikut ini aku akan tuliskan 11 fatwa tersebut dan sikapku terhadap fatwa2 tersebut.
'Kedua fatwa itu merupakan pendapat ulama tentang faham Ahmadiyah dan Perkawinan beda agama. Dalam soal Ahmadiyah ini, fatwa tersebut menyebutkan bahwa Ahmadiyah Lahore maupun Qadiani, dinilai sebagai ajaran di luar Islam, sesat dan menyesatkan. Untuk itu, MUI mendesak pemerintah segera tindakan tegas terhadap paham tersebut. Sementara untuk masalah perkawinan beda agama, munas MUI kali ini kembali menegaskan fatwa dari munas MUI ke II tahun 1980, yang menyebutkan perkawinan beda agama itu haram dan tidak sah.
***
Pendapatku:
Fatwa ttg Ahmadiyah ini merupakan satu langkah yg tepat, karena pada dasarnya fatwa ini MENEGASKAN kembali fatwa yang pernah dikeluarkan oleh MUI pada tahun 1980an. Artikel pendukung fatwa ini bisa anda lihat di sini.

Oya, beberapa ormas melakukan aksi menentang fatwa Ahmadiyah. Sebagaimana aku kutip dari harian Republika Online:
===
Aliansi Masyarakat Madani untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencabut semua fatwa yang memandang aliran lain yang berbeda karena dinilai seringkali dijadikan landasan untuk melakukan tindakan kekerasan dan keresahan.

Desakan aliansi yang antara lain beranggotakan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Dawam Raharjo, Johan Effendi, Syafii Anwar, Ulil Absar Abdalla, Pangeran Jatikusuma (penghayat Sunda Wiwitan), Romo Edi (KWI), Pdt Winata Sairin (PGI) tersebut dikemukakan di gedung PBNU, Jakarta, Jumat.

lengkapnya bisa dilihat di sini.
===

Ya ALLOH, aku tidak mengerti apa yg menjadi dasar pemikiran para penolak fatwa MUI tersebut? Kebebasan seperti apa yg mereka maksud? Kok pada ndak mikir bahwa kebebasan beribadah dalam Islam adalah BID'AH, dan HUKUMNYA JELAS...HARAM, sebagaimana Rasululloh SAW bersabda yg artinya lebih kurang bahwa untuk urusan ibadah hendaknya mencontoh beliau. Siapa saja yang menambah atau mengurangi adalah bid'ah.

Jika kita tengok sedikit ke belakang, kebebasan ini terkait dengan SHOLAT DUA BAHASA. Hwadoh...kacow dah.. Bisakah anda membayangkan orang Padang, orang Medan, orang Sunda menerapkan hal yg sama, sholat dg dua bahasa, dengan alasan kebebasan??

Cik lah, ISTIGHFAR EUY...!! Kalo aku lihat, para tokoh2 Islam yg mendukung tidak terlepas dari JIL (Jaringan Islam Liberal), yg memang bertujuan menghancurkan Islam dari dalam, dengan label Islam. So, meniru bung Napi, WASPADALAH...WASPADALAH...:)

Sementara, untuk urusan menikah antara wanita muslim dengan pria non muslim, Al Quran juga sudah menjelaskan dengan rinci, bahwa yg diperbolehkan menikah dengan non muslim (Ahli Kitab, beberapa ulama merujuk ke agama Kristen dan Yahudi, karena sumbernya sama, dari nabi Ibrahim yg mengajarkan TAUHID, keesaan ALLOH SWT) adalah lelaki. Anda bisa merujuk ke QS Al Maidah (surat 5) ayat 5. TIDAK PERNAH disebutkan bolehnya muslimah menikah dg pria non muslim...!!!

NEXT...:)
'Fatwa MUI yang dibacakan Sekretaris Komisi C, Hasanuddin, juga menyebutkan masalah praktik perdukunan dan peramalan yang dinilai sebagai hal yang haram, serta masalah acara doa bersama sebenarnya tidak dikenal dalam Islam sehingga disebut bid'ah. ''Untuk doa bersama dengan cara berdoa bergiliran adalah haram mengamini doa-doa dari agama lain, juga haram jika dilakukan doa bersama secara serentak, namun mubah hukumnya jika doa bersama dilakukan menurut agama masing-masing,'' katanya.
***
Ini juga suatu KETOLOLAN dan KEBODOHAN YANG NYATA..!! Rasululloh SAW sendiri sudah JELAS2 MENYATAKAN PENOLAKANNYA kepada kaum kafir Quraisy saat beliau diajak ibadah bersama. Hal ini menjadi asbabul (penyebab) turunnya surat Al Kafirun. Di sana sudah DIJELASKAN, BAGIKU AGAMAKU DAN BAGIMU AGAMAMU.

NEXT...:)
'Sementara terhadap masalah pemikiran Islam liberalisme, MUI menyebutkan sebagai hal yang haram bila liberalisme itu didefinisikan sebagai pemikiran Islam yang menggunakan pikiran manusia secara bebas, bukan pemikiran yang dilandaskan agama. Demikian juga dengan pandangan mengenai sekularisme. MUI juga menilai haram terhadap pandangan mengenai pluralisme, bila konsep itu diartikan sebagai pandangan yang menyebutkan bahwa semua agama adalah sama. ''Yang boleh adalah pluralitas yang diartikan sebagai kenyataan bahwa masyarakat memiliki agama yang berbeda-beda dan karenanya harus saling menghormati dan berdampingan dengan baik,'' kata Hasanuddin.
***
Islam TIDAK BOLEH DITERJEMAHKAN SECARA LOGIKA BEGITU SAJA. Dibutuhkan ilmu-ilmu terkait lainnya untuk membedah Islam secara sempurna. Sebagai contoh, untuk membuat buku mengenai tafsir Qur'an, tidak saja bermodalkan bahasa Arab, namun mesti diiringi ilmu Nahwu, Shorof, dst dst.

Untuk kasus sekularisme, aku setuju jika diharamkan, karena Rasululloh SAW sendiri tidak pernah memisahkan agama dan kehidupan negara. Hanya saja memang, untuk jaman sekarang cukup sulit tidak menganut sekularisme, karena dasar negaranya bukan negara Islam.

Pluralisme juga aku setujui utk diharamkan. Dasarnya sama, QS Al Kafirun.

NEXT...:)
'Fatwa lainnya antara lain mengharamkan wanita menjadi imam sholat, hukuman mati pada tindak pidana tertentu, perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan fatwa tentang pencabutan hak milik kepentingan pribadi untuk kepentingan umum.'
***
Untuk imamiyah perempuan dalam sholat, Rasululloh SAW sendiri sudah mencontohkan bahwa BELIAU TIDAK PERNAH menjadi makmum dari imam perempuan. Ini sudah jelas...!! Sepanjang ada laki-laki baligh dengan kemampuan standar (minimal bacaan Al Fatihah cukup baik), maka dia lebih pantas menjadi imam.

Hukuman mati juga setuju diberlakukan. Sudah saatnya Islam lebih tegas dalam menerapkan hukuman kepada para pelaku kriminal yg notabene akibat yg ditimbulkannya berdampak sangat sangat luas, seperti koruptor, pengedar narkoba, dll. Jika ada orang2 teriak HAM, apakah mereka pernah memikirkan penderitaan dari keluarga si korban??

Sementara perlindungan HAKI, mungkin aku menerapkan standar ganda;-) Selama bukan digunakan utk bisnis, aku sih merasa boleh2 saja. Namun jika dibisniskan, katakanlah qt perusahaan IT, yaaa alangkah baiknya jika membeli yg original...:)

17 comments:

Anonymous said...

maaf....
tentang pernikahan dengan non-muslim, setahu saya fatwa itu mengatakan hanya pernikahan beda agama, tidak mengatakan muslim atau muslimah,,,

ada yang rancu dalam hal begini. jika memang pernikahan beda agama itu dilarang, itu kebablasan...

ini lebih karena ketidakpercayaan pada iman umat sendiri, yang tdk disadari karena kelalaian ulama terlembagakan selama ini. mencuci tangan dgn melepas fatwa semacam ini...

untuk fatwa lainnya bisa diterima... kecuali dua itu: pernikahan beda agama dengan penguasaan hak milik sipil....

penuh celah yang tdk jelas!

Anonymous said...

ngejunk dikit di sini ah....

IMHO, kita tunggu saja fatwa lain yang sepertinya lebih mendesak:

haramkan sinetron setan/kekerasan/hedonist yang merusak mentalitas anak (baca: penerus bangsa) semenjak usia dini;

turunkan ongkos & hapus birokrasi yang tidak masuk akal bagi mereka yang ingin naik haji;

hukum mati koruptor; dst...

btw, fahmi, berhubung sini kurang gaul juga kurang ngikutin informasi, fatwa untuk memerangi teroris yang mengatasnamakan agama dah dikeluarin lom?
kalo lom sepertinya MUI kudu mikirken skala prioritas tuh...

*orang baik lom tentu beragama, orang beragama lom tentu baik*

M Fahmi Aulia said...

Fatwa dikeluarkan dengan rujukan hadits dan Quran...sebagaimana aku telah tulis, salah satu ayat yg (mungkin) dijadikan rujukan adalah Al Maidah ayat 5. Silakan buka Quran dan terjemahannya utk keterangan lebih detail...

Jika perlu baca tafsir Al Azhar dari Buya Hamka...di sana komplit kok...

Anonymous said...

Saya setuju sebagian besarnya, tapi:

Masalah pluralisme haram. Saya bisa ngerti maksudnya, tapi harus dijelaskan lebih lanjut, soalnya sekarang berkesan kasar banget dan berpotensi bikin salah paham.

Tentang nikah. Kenapa bolehnya pas nggak ada lagi muslimah? (yang merupakan suatu hal yang nggak masuk akal)

Setahu saya boleh pria menikahi wanita `ahlul kitab` yang bisa `menjaga kehormatan`, walaupun masih lebih baik menikahi budak yang muslim.

Anonymous said...

Tentang nikah. Kenapa bolehnya pas nggak ada lagi muslimah? (yang merupakan suatu hal yang nggak masuk akal)

Saya bukannya sok nyari kesalahan.

Mungkin memang lebih baik cari yang muslimah, tapi kalau sudah cinta apa mau dikata? :P Masak disuruh "masuk Islam" dulu? Bisa aja, gampang, tapi ini justru nggak bener, seenggak²nya menurut saya. Saya malah nggak setuju sama yang "pindah agama karena disuruh pacarnya".

Saya sependapat dg pandangan Alex ttg 'ketidak-percayaan' pada kualitas iman. Disini saya bisa memaklumi kekhawatiran MUI. Tapi kalau difatwakan, "haram, kecuali tidak ada lagi muslimah", ini saya nggak setuju.

Anonymous said...

Buat negara sendiri saja! Jangan pakai "I" lagi.

Anonymous said...

perbedaan adalah hikmah. saya di posisi berbeda sekarang.
menurutku, MUI atau siapapun tidak berhak melembagakan hal-hal yang bersifat judgement. Perkataan sesat itu berat sekali dampak psikologisnya.
Oke, mungkin bisa dilihat saya terlalu lembek, tapi mbok ya ngaca (saya nulis hal yang sama di komen untuk postingan kawan imponk.blogsome.com), sertifikasi halal saja sampai sekarang ndak ada transparansi. MUI, sama sekali tidak kredibel.
Bahkan seingatku, dalam Al-Quran ada disebut bahwa orang tidak berha menuduh kafir seseorang bahkan hingga orang tersebut meniggal. Silakan dijadikan pendapat pribadi, jauhi. Tapi tidak perlu menghujat. Apakah nabi menghujat pamannya sendiri? Apakah nabi tidak menyentuh pamannya ketika beliau meninggal, karena pamannya (dalam term pada postingan ini) adalah termasuk orang sesat?
Tolong pikirkan ulang. Kita bisa men-cap orang lain dengan cap apa saja. Tapi ingat, orang lain juga bisa men-cap kita. Dan apa sih untungnya?
Akhirnya, saya cuma ingin bilang, kalau memang itu menurutmu tidak benar, sampaikan, kritiklah. Tapi jangan menghujat. Cap atau label sesat berarti sudah memberikan stempel neraka dengan tinta merah di dahi-dahi setiap pengikutnya. Demi Allah, saya mohon lindungan agar tidak menyamai-Nya dalam hal ini. Hanya Dia yang berhak menentukan si fulan masuk neraka atau si fulan masuk surga. Perbaikilah, mulai dari diri sendiri.

M Fahmi Aulia said...

hmmm...buat aku sendiri, MUI merupakan sebuah kelembagaan yang 'mewarisi' Nabi Muhammad SAW (ingat sabda Rasululloh SAW, bahwa ulama adalah pewaris Nabi). Hanya saja, selaku manusia MUI tidak terlepas dari kesalahan, lha wong Rasul saja pernah berbuat salah:)

Namun, keberadaan MUI jelas diperlukan, karena bagaimana tidak diperlukan jika banyak persoalan2 yang dihadapi oleh masyarakat yang TIDAK DITEMUI di jaman Rasululloh SAW (sehingga tidak ada contohnya). Katakanlah ttg internet, kemudian software (HAKI), dst dst...

Untuk urusan akidah, ini yang perlu DIPERTEGAS oleh MUI!!! Aku beri tekanan, karena asumsiku MUI adalah representatif dari ulama2 dengan 4 madzhab terkemuka, sehingga masing2 mempunyai referensi saat beradu argumen. Permasalahan mungkin muncul ketika mesti menjatuhkan 'vonis', yang tentu saja tidak bisa menyenangkan semua pihak. Perang Khandaq dan perjanjian Hudaibiyah sendiri yang jelas2 ditentukan oleh Rasululloh SAW saja tidak memuaskan semua sahabat, apalagi keputusan dari MUI.

Sebagai jalan tengah, apabila ada yang tidak setuju dengan fatwa MUI bisa memberikan argumen, dengan memberikan rujukan/contoh yang pernah Rasululloh SAW. Jika tidak, Rasululloh SAW sendiri pernah berpesan kepada Muaz untuk melakukan IJTIHAD. Jika ijtihad benar, 2 pahala. Jika ijtihad salah, 1 pahala.

Jangan lupa, ijtihad merupakan salah satu hukum yang penting, urutannya di bawah Quran dan Hadits. Jadi tidak boleh diremehkan.

Permasalahannya mungkin adalah, TIPE ULAMA seperti apa yang tergabung dalam MUI, serta apakah BEBAS DARI KEPENTINGAN??

Untuk sertifikat halal MUI, mungkin bisa ditanyakan langsung kepada lembaga MUI. Insya ALLOH ada jawabannya kok..:)

Tugas kita hanyalah MEMBERITAHU, MENYAMPAIKAN. Masalah vonis, hujat, tergantung dari sisi mana kita lihat. Ucapan yang 'keras' belum tentu hujatan, sementara ucapan yg 'lemah lembut' bisa jadi bukan pujian:)

Anonymous said...

... MUI merupakan sebuah kelembagaan yang 'mewarisi' Nabi Muhammad SAW...
aku kurang setuju mi. Kenapa? Benar bahwa ulama, tabi'in dan seterusnya adalah "pewaris" nabi, tapi tidak satupun di sana disebutkan tentang lembaga. Apakah saya salah?
Selanjutnya, kamu sendiri masih ragu dengan ulama seperti apa yang ada di MUI:
..TIPE ULAMA seperti apa yang tergabung dalam MUI, serta apakah BEBAS DARI KEPENTINGAN..
aku juga punya perasaan ragu. Banyak yang ragu. Dan ingatlah, jauhilah hal yang meragukan ketika engkau akan mengambil keputusan. Tentunya kamu ingat yang satu ini, sangat sering muncul di khotbah jum'at bukan? :p
Mengenai perang Khandaq dan Hudaibiyah, sepertinya konteksnya kurang nyambung mi. Dan kalau kamu menuliskan seperti ini, kesan bahwa orang islam itu kejam dan sadis-lah yang muncul. Mari kita sama-sama pelajari konteksnya, sejarah memanglah sumber pelajaran yang berharga. :)

Terus terang mi, logikanya, kalau mau dibilang bahwa satu sekte itu sesat, maka ini sama saja dengan mengatakan bahwa agama selain islam itu sesat. Apakah ini penyelesaian?
Aku mohon kepadamu, sebagai sesama muslim, agama kita mengajarkan ketentraman, bukan keresahan. Ada banyak cara yang diajarkan oleh pendahulu kita, dan cara Ummar bukanlah satu-satunya, walaupun mungkin cara itu tidak salah. Masih ada Abu Bakar, masih ada Ali, mengapa kita tidak mencontohnya jika kita ternyata sulit untuk menjadi sepemaaf Muhammad?

Anonymous said...

akar masalahnya adalah : akidah, dan akidah itu sendiri tidak bisa diinterpretasikan sendiri2.
lha.. gimana kalau ada orang yg berakidah bahwa ada nabi setelah Nabi Muhammad, termasuk islam-kah dia ?
dan memang, kalau kita berpijak pada akidah islam bahwa agama selain islam sesat dan pasti masuk neraka. lha.. kalau benar semua dan masuk surga semua.. ya saya jelas2 milih agama yg hukum2nya ringan, yg ibadahnya ringan2 saja, yg memperbolehkan minum2an keras, yg tidak mengharamkan hubungan sex di luar nikah. Tapi persoalannya bahwa akidah adalah masalah keyakinan.
dan berbeda agama, its okay. kami, orang Islam berakidah demikian, tapi saya ngga ganggu kamu, ngga nyakitin kamu, ngga maksa kamu masuk islam. kita berhubungan bermasyarakat seperti biasanya, ngga ada masalah.
Kalau mau bener2 buka al qur'an, itu adalah kitab yg berisi sara. terang2an ngomong kalau org selain islam pasti masuk neraka. ngga percaya ? buka deh..

adhi nugraha

Anonymous said...

wah rame neh.. hehe
buat adhi:
lha.. gimana kalau ada orang yg berakidah bahwa ada nabi setelah Nabi Muhammad, termasuk islam-kah dia ?
Ya monggo, dinamakan bukan Islam. Wong hanya nama. Selama nama itu cuman jadi label untuk legalisasi dalam rangka mengacungkan senjata, maka siapapun bisa melakukannya. Sebut aja mereka orang agama ini atau agama itu. Ngapain harus disebut sesat?
Karena mereka memakai nama Islam? Bukannya Islam itu sendiri artinya selamat? Itu satu kata di dalam bahasa Arab bukan?

mengenai masuk surga dan neraka, hanya Dia yang berhak menentukan.

nah, ini sudah melenceng sebenarnya (dari tadi bahkan) hehe..
yang dipermasalahkan adalah pelembagaan. Ketika agama ini sudah dibawa dalam koridor lembaga, maka lembaga itulah representasi dari ummatnya. Dan ketika suatu saat (tidak lama lagi kayaknya) lembaga itu dibongkar kasus yang melingkupinya (misalnya Korupsi), kita mau mengelak bahwa itu bukan representasi ummat islam? mau bilang oknum? lha siapa yang mendorong lembaga itu untuk melakukan tugas-tugas representatif? kita semua yang melabeli lembaga itu sebagai representasi. Dan itu kawan, sangat berbahaya.

hmm..mengenai Al Quran terang-terangan bilang mengenai masuk surga dan neraka, di Injil juga ada, di Weda juga ada, di Taurat juga ada. Lalu mau apa? mau perang? mau rebutan tanah surga? ya monggo.. :p

buat fahmi: sorry mi, lha malah jadinya bukan diskusi. hehehe.

Anonymous said...

IMHO, MUI terlalu berani mengeluarkan fatwa yang tidak tepat.

Fatwa yang dikeluarkan justru memicu orang yang dengan modal mengaku cinta islam, melakukan kekerasan terhadap golongan lain. Mereka sesungguhnya tidak memahami ajaran islam dan prilaku mereka menjadi publikasi buruk tentang agama Islam.
Saat ini yang menjadi sasaran orang-orang ahmadi yang merupakan bagian umat islam.

Mungkin, secara tidak sadar MUI telah memecah belah umat Islam dan Indonesia dengan mengeluarkan fatwa tersebut.

Jika sampai terjadi demikian, sanggupkah MUI menanggung akibatnya dunia dan akhirat.

Anonymous said...

Mari kita mundur ke dalam diri kita masing2 untuk mencari jawabannya.
Renungkan berapa menit dalam sehari kita ingat ALLAH Swt?. Bernahkah kita shalat dan benar2 mengingat-Nya di dalamnya?. Benarkah kita membaca Al-quran, berbicara, tertawa, makan, tidur, berlari, sambil terus mengingatnya?
Sebenarnya, semuanya selain Haq itu adalah Bathil. Sedangkan yang Al-Haq itu adalah Allah swt, tidak ada sekutunya. Mari kita mencoba dan terus berlatih dengan metode yang benar untuk membersihkan yang selain Al-Haq di dalam pikiran kita masing2, mengingat-Nya 24 jam sehari semalam. Insyaallah, semua jawaban untuk masalah kontemporer tersedia. La haula wala quwwata illa billah.

Anonymous said...

Buat semua Islam..janganlah menTuhankan agamamu...!!!! dan MUI apakah kalian sadar siapa kalian itu??? emang lu Tuhan....????

Anonymous said...

MUI....dibubarkan saja...!!!mereka itu hanyalah sekumpulan orang2 yang fanatik dan tidak toleransi terhadap umat beragama lainnya dan cenderung mengikat ke suatu hal yang justru menyesatkan dan tidak ada landasan pemikran yang logis.mereka mengambil keputusan hanya berlandaskan ajaran agama yang ditelan mentah-mentah tanpa disesuaikan dengan perkembangan manusia yang ada saat ini.sbg contoh FPI,mereka berlaga sok suci dengan memberantas hal2 maksiat.saya setuju hal2 maksiat diberantas tapi sekali lagi kita ini hidup di negara hukum bukannya negara agama,jadi biarkan hukum yang bertindak.jangan asal maen tangan dengan merusak toko2,tempat yang mereka kira tempat maksiat.....dll pokoknya yg berbau kekerasan.mikir dooonnkk!!!mereka itu apa mau nanggung hidup mereka yang sumber penghasilanya dirusak itu.kasian juga mereka.itu sama saja anarkis dan justru membuat image Islam itu buruk dan anarkis.FPI berbuat seperti itu juga karena kesalahan MUI.kaya yg udah saya bilang,MUI itu sekumpulan oran yang fanatik sangat sempit dan secara tidak langsung dng keberdaan MUI itu membuat lembaga2 seperti FPI merasa punya dekengan yang akan menghalalkan tindakan mereka yang sebenarnya lebih haram karena mereka melakukan kejahatan dengan mengatasnamakan ALLAH...

M Fahmi Aulia said...

berikut beberapa tanggapan hasil diskusi di sebuah mailing list:

Pendapat saya pribadi:
Atas fatwa MUI tersebut saya tidak berhak menyatakan menerima atau
menolak. Yang wajib saya terima adalah Kitaabullah dan Sunnah-Nya.
1. Tentang Ahmadiyyah
Untuk mengimbangi, silakan kunjungi juga situs www.ahmadiyya.or.id
dimana disana ada memuat tentang ajaran mereka dipandang dari sisi
mereka.
Salah satu alasan penolakan fatwa ini menurut saya yang paling tepat
(diantara banyak sekali ketidaktepatan :D) hanyalah khawatir fatwa ini
dianggap sebagai legalisasi tindakan anarkis dari satu kelompok ke
kelompok lain (Contoh GNUI yang dikomandoi FPI terhadap Ahmadiyyah).
Walaupun sebetulnya ini kurang berdasar juga mengingat MUI sendiri
sudah menyatakan tidak setuju terhadap aksi tersebut. Terbukti, sejak
tahun 1980 sudah berfatwa, tapi tidak ada aksi anarkis dan Ahamdiyyah
masih tetap ada. Saya kira, MUI relatif sudah bijak.
Yang jadi persoalan, siapa yang pantas menghakimi si fulan (atau
kelompok) adalah sesat dan si fulan adalah lurus? Yang jelas, dalam Al
Quran, panduannya sudah jelas. Yang dijamin tidak sesat (alias
jalannya lurus) adalah para Nabi, Ash Shiddiqiin, Asy Syuhadaa dan Ash
Shallihiin (Reff: QS. Al Fatihah:7 dan 4:69). Apa makna keempat
julukan tersebut? Galilah Al Quran lebih dalam... ;)
PS: Pernah satu kali dalam satu miils, ada seorang ustadz yang
menyatakan bahwa NU itu bukanlah termasuk ke dalam golongan Islam,
melainkan sudah menjadi bentu agama baru... :)
2. Tanggapan yang lainnya menyusul ah.. ;)

Wasalamualaikum wr. wb.

===

Bijak melihat Fatma MUI

1. Dalam ilmu ushuludin syarat memiliki perbedaan agama yang satu dengan yang lainnya adalah dalam masalah ketuhanan, kenabian dan hari akhirat (hukum akliah universal), nah jikalau ahmadiyah itu memiliki nabi baru, walaupun tafsiran mereka mengenai "khootamun anbiya" itu bukan nabi terakhir, tetaplah salah, karena kata "khaatamun anbiya" itu bukan maknanya cincin para nabi seperti yang di yakini ahmadiah tetapi dalam bahasa arab pun khtama itu pengakhiran... jikalau sesuatu ayat itu masih diperdebatkan maka lihatlah rujukan riwayat yang menjelaskan ayat itu, banyak sekali riwayat yang menjelaskan mengenai Muhammad saww almustafa adalah nabi terakhir, baik itu dalam berbagai macam mazhab di islam, klo khatamun yang berarti cincin saya belum pernah menemukannya, kecuali yg dikeluarkan oleh ghulam ahmad.
2. Kepada FPI diharapkan lebih baik dalam menyikapinya, Umat Islam bbukanlah umat yang bar-bar, umat islam diberikan akal untuk berpikir, lidah untuk berbicara walaupun tangan untuk bertindak, apakah akal dan lidahmu sudah tidak ada lagi...
3. Indonesia bukan negara Islam, sehingga fatwa MUI tidaklah mengikat menurut ketatanegaraan, hanya sebeatas himbauan saja (betulkan), sehingga klo memang dan dengan jelas terbukti ahmadiah itu diluar Islam kenapa tidak samakan saja sikap anda wahai FPI dengan kristen, Hindu, buda...
4. Fatwa MUI banyak keambiguannya, diantaranya Sekularisme, liberalisme, dan Pluralisme.
Sekulerisme: sebenarnya dnegan adanya ulama dan pemerintahanpun, dan MUI setuju dengan posisi itupun sudah merupakan sekulerisme yang dilembagakan, bukan begitu...
Liberalisme : sebenarnya makna liberalisme itu apa dulu??? klo pemikiran bebas maka hal itu tak menjadi masalah, selama masih dalam khazanah keilmuan, bukankah munculnya ilmuan filosof, para ulama ushul fiqih itu muncul dari kebebasan berpikir yang bisa dipertanggungjawabkan , karena hukum itu hanya menindak praktik bukan maslaah pemikiran, dalam ushul fiqih pun dibahas, belum pernah halal dan haram dijatuhkan kepada pemikiran.
nah sebaiknya lebih dipertegas praktik-praktik yang liberal itu baru saya setuju.Fikih hukum menjatuhkan perkara hukum kepada yang lahir secara praktiknya...Kalau JIL itu ternyata melakukan praktek yang liberal maka yang dihukum itu praktiknya.(MUI kemanain ushul fiqihnya)
5. Pluralisme: hal ini sangatlah ambigu, makna asli dari pluralisme adalah kebenaran yang banyak, bukan masalaah agama ataupun mazhab, makna aslinya kebenaran yang banyak.
Kebenaran yang banyak adalah tertolak dari realitas keberadaan serta Tauhid Islam, jangankan kita bermain ayat (dalil naqli) dalil aqlipun sudah bisa membktikan kenihilah PLURALISME, Lihat contoh logika dasar berikut ini:

Kebenaran itu banyak
kebenaran itu satu

kedua2nya saling bertolak belakang harus satu yang diambil, klo anda meyakini kebenaran itu satu maka kebenaran banyak tertolak begitu juga sebaliknya (hukum kontradiktif)

org yang meyakini kebenaran banyak sebenarnya tak jelas konsep, mengapa???, contoh kecil
ada 5 org 1 org meyakini kebenaran satu, empat org meyakini kebenaran banyak, maka, yang empat org harus meyakini keyakinan yang org yg meyakini kebenaran satu, bagaimana kita bisa menyatukan yang satu dengan yg banyak (kontradiktif lagi)...Nihil pluralisme itu...

kalau kita melihat dalam konteks fiqih, fiqih ada memang dipastikan adanya ikhtilaf perbedaan(walau pada hakikatnya kebenaran itu tetap satu), sehingga mujtahid yg berijtihad benar maka dapat pahala 2 (satu untuk kebnarannya satu untuk usahanya), klo salah dapat pahala satu (hanya untuk usahanya) jadi tetap kebenaran itu satu... (tapi syaratnya harus MUJTAHID LHO, pertanyaannya apakah MUI itu MUjtahid """"ragu tuh''''), mujtahid itu harus ada pengesahan dan syarat keilmuan keadilan dll.tak sembarangan pegawai negeri MUI.
Nah klo MUI konsisten bahwa pluralisme itu diharamkan maka sebenarnya dalam tubuh mUI sendiri juga banyak pluralisme, NU, Muhamadiyah, Persis, dlll bener khan, jadi piyee toh... klo MUI mau bener kalimatnya jgn sok pake nama keren-kerenan pluralisme lah...klo ntar balik lagi ama MUI nya.. pake aja agama yg satu tak boleh disatukan dengan agama yang lain (lakum dinukum waliyadiin) khan lebih hemat, cermat dan cerdas...
dengan FATWA itu lebih meyakinkan diriku bahwa MUI bukanlah MUJATHID ataupun lembaga mujtahid yang pantas diikuti...

wassalam

===

>
> Bijak melihat Fatma MUI
>
> 1. Dalam ilmu ushuludin syarat memiliki perbedaan agama yang satu dengan
> yang lainnya adalah dalam masalah ketuhanan, kenabian dan hari akhirat
> (hukum akliah universal), nah jikalau ahmadiyah itu memiliki nabi baru,
> walaupun tafsiran mereka mengenai "khootamun anbiya" itu bukan nabi
> terakhir, tetaplah salah, karena kata "khaatamun anbiya" itu bukan maknanya
> cincin para nabi seperti yang di yakini ahmadiah tetapi dalam bahasa arab
> pun khtama itu pengakhiran... jikalau sesuatu ayat itu masih diperdebatkan
> maka lihatlah rujukan riwayat yang menjelaskan ayat itu, banyak sekali
> riwayat yang menjelaskan mengenai Muhammad saww almustafa adalah nabi
> terakhir, baik itu dalam berbagai macam mazhab di islam, klo khatamun yang
> berarti cincin saya belum pernah menemukannya, kecuali yg dikeluarkan oleh
> ghulam ahmad.
-----
Hari, sebetulnya kalau kita baca debat antara 'Pembela Islam" (i.e.
PERSIS kala itu) dengan pihak AHmadiyyah tentang "Nabi Terakhir", ada
link yang sedikit hilang. Kedua-duanya membawakan dalil-dalil yang
sama kuat, tapi (mungkin) pikiran sudah kadung ingin menjatuhkan
lawan, jadinya banyak yang seharusnya nyambung malah jadi tambah
berantakan :(
Contoh tentang arti khaatama (lafazh dalam QS. 33:40), di kamus Al
Munawwir ada arti bahwa al khaatamu (khawaatimu) wal khaataamu adalah
berarti CINCIN. Yup, betul, ini adalah cincin. Arti lain pula dari
kata dasar KHA-TA-MA adalah stempel, segel, membaca kitab seluruhnya
(khatam Al Quran, contohnya), mengakhiri.
Dari hadits-hadits shahih pula sudah jelas dan tegas menyatakan bahwa
Muhammad adalah Rasulullah SAW. dan Nabi TERAKHIR. Atau sering pula
disebutkan sebagai Nabi Akhir Zaman.
Begitu pula ada hadits-hadits shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah
SAW. pernah bersabda bahwa Ali r.a. digelari sebagai khaatamal auliya,
atau masjid Rasulullah SAW. adalah khaatamal masjid.
Bagi saya, sudah jelas pula dalam hadit shahih bahwa (minimal) NABI
Isa a.s. akan turun kembali ke bumi ini untuk MENEGAKKAN ISLAM.
Yang jadi pertanyaan untuk direnungi adalah: makna hakiki dari NABI
TERAKHIR itu. Saya jelas menolak jika ada yang menyatakan bahwa selain
Muhammad SAW. adalah Nabi Terakhir :) Tetapi, apakah saya telah kafir
jika mengatakan dan meyakini bahwa setelah Nabi Muhammad SAW. tetap
akan ada Nabi?
Persoalan Ahmadiyyah bagi saya sudah jelas, kurang ilmu (maaf buat
simpatisan Ahmadiyyah ataupun anggota Ahmadiyyah). Ini pendapat
pribadi saya yang masih banyak salahnya, tapi saya sangat merasakan
bahwa untuk memahami "NABI TERAKHIR" tidak sesederhana yang saya kira.
Ini bukan melulu persoalan lahiriah, melainkan juga lebih dalam lagi
adalah persoalan batiniah.






> 2. Kepada FPI diharapkan lebih baik dalam menyikapinya, Umat Islam bbukanlah
> umat yang bar-bar, umat islam diberikan akal untuk berpikir, lidah untuk
> berbicara walaupun tangan untuk bertindak, apakah akal dan lidahmu sudah
> tidak ada lagi...
> 3. Indonesia bukan negara Islam, sehingga fatwa MUI tidaklah mengikat
> menurut ketatanegaraan, hanya sebeatas himbauan saja (betulkan), sehingga
> klo memang dan dengan jelas terbukti ahmadiah itu diluar Islam kenapa tidak
> samakan saja sikap anda wahai FPI dengan kristen, Hindu, buda...
----------
Saya cenderung setuju dengan pendapat FPI yang ingin mengingatkan
Ahamdiyyah karena dipandang mereka sesat. Tetapi, mungkin caranya saja
yang kurang ahsan.
Satu contoh kasus, walaupun tidak sama tetapi mungkin ada kemiripan:
Diriwayatkan dalam Shahihain bahwa Umar bin Khattab r.a. pernah dengan
keras memprotes kepada shahabat lain tentang bacaan Al Quran yang
jelas-jelas berbeda. Wajar saja, Al Quran adalah kalam ilahi yang
tidak boleh sembarangan diotak-atik. Umar r.a. membawa shahabat
tersebut (kalau nggak salah Hisyam bin Hakim r.a.) ke hadapan
Rasulullah SAW. dan masing2 membacakan kedua 'versi' bacaan yang
berbeda tersebut. Dan alhasil, Rasulullah SAW. membenarkan kedua
'versi' bacaan tersebut.
Moral of story yang bisa saya tangkap, jangan terlalu gegabah
menghukumi orang lain. Dulu masih mending ada Rasulullah SAW. yang
jelas-jelas di ketahui sebagai wakil Allah di muka bumi sehingga bisa
dijadikan sandaran untuk hukum. Tetapi, sekarang, jika semua orang
(atau kelompok) menetapkan hukum masing2 dan parahnya mengatasnamakan
Allah, bisa kacau tatanan hidup, yang paling terasa ukhuwwah
islamiyyah.



> 4. Fatwa MUI banyak keambiguannya, diantaranya Sekularisme, liberalisme, dan
> Pluralisme.
> Sekulerisme: sebenarnya dnegan adanya ulama dan pemerintahanpun, dan
> MUI setuju dengan posisi itupun sudah merupakan sekulerisme yang
> dilembagakan, bukan begitu...
> Liberalisme : sebenarnya makna liberalisme itu apa dulu??? klo pemikiran
> bebas maka hal itu tak menjadi masalah, selama masih dalam khazanah
> keilmuan, bukankah munculnya ilmuan filosof, para ulama ushul fiqih itu
> muncul dari kebebasan berpikir yang bisa dipertanggungjawabkan , karena
> hukum itu hanya menindak praktik bukan maslaah pemikiran, dalam ushul fiqih
> pun dibahas, belum pernah halal dan haram dijatuhkan kepada pemikiran.
> nah sebaiknya lebih dipertegas praktik-praktik yang liberal itu baru saya
> setuju.Fikih hukum menjatuhkan perkara hukum kepada yang lahir secara
> praktiknya...Kalau JIL itu ternyata melakukan praktek yang liberal maka yang
> dihukum itu praktiknya.(MUI kemanain ushul fiqihnya)
----------
No comment :D

> 5. Pluralisme: hal ini sangatlah ambigu, makna asli dari pluralisme adalah
> kebenaran yang banyak, bukan masalaah agama ataupun mazhab, makna aslinya
> kebenaran yang banyak.
> Kebenaran yang banyak adalah tertolak dari realitas keberadaan serta Tauhid
> Islam, jangankan kita bermain ayat (dalil naqli) dalil aqlipun sudah bisa
> membktikan kenihilah PLURALISME, Lihat contoh logika dasar berikut ini:
>
> Kebenaran itu banyak
> kebenaran itu satu
---------
Mungkin patut ditanyakan, apakah SATU yang dimaksud adalah bilangan
matematika (bisa berarti terdiri dari banyak bilangan pecahan yang
dijumlah sama dengan SATU, mirip pahamnya kaum Kristen dalam Trinitas
:D) ataukah AHAD sebagaimana AHADnya Allah?
Satu lagi, apa sesungguhnya yang dimaksud KEBENARAN? Mungkin ini dulu
yang perlu disamakan :)



>
> kedua2nya saling bertolak belakang harus satu yang diambil, klo anda
> meyakini kebenaran itu satu maka kebenaran banyak tertolak begitu juga
> sebaliknya (hukum kontradiktif)
>
> org yang meyakini kebenaran banyak sebenarnya tak jelas konsep, mengapa???,
> contoh kecil
> ada 5 org 1 org meyakini kebenaran satu, empat org meyakini kebenaran
> banyak, maka, yang empat org harus meyakini keyakinan yang org yg meyakini
> kebenaran satu, bagaimana kita bisa menyatukan yang satu dengan yg banyak
> (kontradiktif lagi)...Nihil pluralisme itu...
>
> kalau kita melihat dalam konteks fiqih, fiqih ada memang dipastikan adanya
> ikhtilaf perbedaan(walau pada hakikatnya kebenaran itu tetap satu), sehingga
> mujtahid yg berijtihad benar maka dapat pahala 2 (satu untuk kebnarannya
> satu untuk usahanya), klo salah dapat pahala satu (hanya untuk usahanya)
> jadi tetap kebenaran itu satu... (tapi syaratnya harus MUJTAHID LHO,
> pertanyaannya apakah MUI itu MUjtahid """"ragu tuh''''), mujtahid itu harus
> ada pengesahan dan syarat keilmuan keadilan dll.tak sembarangan pegawai
> negeri MUI.
-----------
MUI itu masuknya PNS? Kata siapa? *Saya baru denger soalnya :)*



>
> Nah klo MUI konsisten bahwa pluralisme itu diharamkan maka sebenarnya dalam
> tubuh mUI sendiri juga banyak pluralisme, NU, Muhamadiyah, Persis, dlll
> bener khan, jadi piyee toh... klo MUI mau bener kalimatnya jgn sok pake nama
> keren-kerenan pluralisme lah...klo ntar balik lagi ama MUI nya.. pake aja
> agama yg satu tak boleh disatukan dengan agama yang lain (lakum dinukum
> waliyadiin) khan lebih hemat, cermat dan cerdas...
-------------
:)



> dengan FATWA itu lebih meyakinkan diriku bahwa MUI bukanlah MUJATHID
> ataupun lembaga mujtahid yang pantas diikuti...
---------
No Comment :)

===

Maaf ada tambahan karena missing link, maklum ngetiknya di warnet :D
Cincin di zaman dulu (terutama contohnya oleh Rasulullah SAW. sendiri)
dalam sejarah Islam dikisahkan adalah untuk memberikan stempel.
Menurut saya, yang namanya stempel, segel, adalah untuk menyatakan
bahwa yang distempel dan disegel adalah sudah FINAL. Ini semakna
dengan "aakhirun nabiy" seperti dalam hadits-hadits shahih..

===

Maaf ada tambahan karena missing link, maklum ngetiknya di warnet :D
Cincin di zaman dulu (terutama contohnya oleh Rasulullah SAW. sendiri)
dalam sejarah Islam dikisahkan adalah untuk memberikan stempel.
Menurut saya, yang namanya stempel, segel, adalah untuk menyatakan
bahwa yang distempel dan disegel adalah sudah FINAL. Ini semakna
dengan "aakhirun nabiy" seperti dalam hadits-hadits shahih..

===

Wah kayaknya diskusinya mulai dalem ya . Sayangnya kalau kita membaca buku, kadang2 istilah seperti takwil, tafsir dll diartikan berbeda dengan buku lainnya. Saya hendak bertanya beberapa hal...

- Show quoted text -
Kalau khataman menurut Kang Yosep , menurut Kamus Al-Munawir, diartikan cincin. Kalau begitu kalau kita mengambil makna suatu istilah dalam Al-Qur'an melalui kamus bisa disebut takwil juga (dan dilarang, karena kita tidak maksum)?
Kemudian konon menurut yang saya baca, kitab Allah Azza Wa Jalla itu ada 4 tingkatan, Ibarat (pelajaran), Isyarat, Lathaif dan haqaiq (Hakikat). Nah menurut yang saya Ibaca syarat adalah makna yang bisa diperoleh oleh orang-orang yang "khusus" artinya mendalam ilmu-ilmu bahasa AlQur'annya, hatinya bersih, akhlaknya mulia, akalnya jernih, khawas, kritis dll. Nah, kalo Isyarat itu apakah termasuk lapisan lahir? Terus orang yang mencari isyarat Al-Qur'an itu apakah masih dikategorikan mentafsirkan AlQur'an (dan bukan mentakwilkan?)

Nah apakah setelah nabi Muhammad tak ada nabi lain yg
hidup, bedakan antara nabi terakhir secara bi'tsah
(pengangkatan) dan nabi yg telah diangkat sebelumnya,
menurut pendapat saya dan melihat dari beberapa
riwayat memang nabi setelah nabi Muhammad itu masih
ada tetapi tidak membuat agama baru tetapi mereka
mengikuti syariat nabi Muhammad, contoh nabi Khidir as
dan nabi Isa as, yang oleh sebagian kaum arif dianggap
sebagai guru ruhani, hanya org2 yg mampu saja untuk
bertemu dengan mereka (Jikalau kita menjalani alam
makrifat).
Menurut dialog antar MUI dan Ahmadiyah di TVRI yang saya tonton, Ahmadiyah memang mengatakan M G A sebagai Nabi Isa sekaligus Imam Mahdi (walau aneh juga), namun mereka bilang MGA masih memegang syariat Nabi Muhammad SAW dan tidak mengeluarkan ajaran baru. Nah, dengan alasan ini apakah mereka masih dapat dikatakan muslim? (karena masih menjadikan AlQur'an sebagai pedoman dan mengakui kenabian Nabi Muhammad Saw serta mengikuti syariatnya)
Mohon pencerahannya.

===

Bagi saya, persoalan Ahmadiyyah ini sama dengan persoalan Syi'ah. Dulu sewaktu saya masih SMP/SMA, saya sangat ingin melihat kaum Ahmadiyyah dan Syi'ah hancur dari muka bumi, karena menurut doktrin yang saya terima, mereka lebih sesat dan jahat dibanding kaum Kristen dan Yahudi.
Astaghfirullah...! Padahal, mereka masih saudara saya, syahadat mereka masih sama. Walaupun diantara beberapa pengikutnya banyak yang berakhlak buruk atau mempunyai penyimpangan amalan, tetapi siapa yang mampu menjamin bahwa diri kita adalah orang yang BENAR 100% di hadapan ALLAH atau bisa menyatakan bahwa dirinya adalah berada di jalan yang lurus (tidak sesat)?
Tentang pemikiran kaum Ahmadiyyah, saya tidak membenarkan mereka karena memang seperti saya singgung sebelumnya, pemahaman mereka ada semacam 'missing link'. Salah satu contohnya, yang Rafid sebutkan di atas.
Jika Nabi Isa = MGA = Al Mahdi, lantas mengapa MGA sekarang sudah wafat padahal tugasnya belum kelar? Tugas pertama Nabi Isa, menjalankan syari'at Muhammad SAW. (Nabi manapun, siapapun yang muncul dan diutus Allah SWT. di zaman ini WAJIB mengikut syari'at Rasulullah SAW karena beliau adalah Nabi akhir zaman..), menghancurkan salib-salib, membunuh babi-babi, menegakkan keadilan, dari sini saja keyakinan Ahmadiyyah sudah kurang kuat. Belum tugas Imam Al Mahdi yang membunuh Ad Dajjal secara lahiriah. Ad Dajjal mana yang telah dibunuh MGA? :)
Namun, begitu, jika MUI sudah mulai berfatwa aliran-aliran mana saja yang sesat, seharusnya sangat banyak aliran (selain Ahmadiyyah) yang musti difatwakan sesat. Contoh, merujuk pada 'nasihat' kaum FPI bahwa JIL adalah sesat :) Atau bahkan NU (merujuk pada 'nasihat' rekan-rekan salafiy dalam diskusi terbatas dengan saya, bukan disampaikan oleh 'petingginya') sangat mungkin difatwakan sebagai aliran sesat, tapi siapa berani? :D Atau pun seperti yang saya bilang di atas, Syi'ah juga seharusnya difatwakan sesat karena ditinjau dari sisi 'prinsip' banyak yang berbeda dengan kaum Sunni.. :)
Fatwa MUI sudah keluar, dan tak perlu ditarik lagi karena sudah dua kali keluar dan yang dulu juga tidak ditarik. Yang penting, bagaimana kita menyikapi fatwa MUI berdasarkan Al Quran dan As Sunnah. Untuk itu, sekarang saatnya belajar Al Quran, tidak ada kata terlambat...

Punten jadi malah berkomentar lagi.. :D

===
OO, gapapa Kang, kalo yang itu emang khusus soalnya
saya belum paham aja dengan yang dikatakan Zen, jadi
khusus buat Zen aza. Kalau mengenai Mirza Ghulam
Ahmad, saya mendapati keganjilan lainnya namun bukan
dari riwayat2 mengenai Imam Mahdi yang menaklukkan
Dajjal atau lainnya. Keganjilan itu adalah, kalau
kita menerima bahwa Mirza adalah Nabi Isa AS maka kita
harus meyakini akan adanya reinkarnasi. Nah, apakah
konsep reinkarnasi diterima oleh Islam? Banyak
yang mengatakan reinkarnasi itu tidak mungkin, sebab
mengakibatkan roh/jiwanya "menciut". Yang saya maksud
dengan menciut adalah, semenjak alam sebelum
kelahiran sampai kematian, ruh itu kan terus mengalami
penyempurnaan. Inilah yang menyebabkan seorang bayi
ketika lahir paling hanya bisa melongo, menangis
atau mesem-mesem saja. Jarang ada bayi yang begitu
lahir langsung bisa mengatakan, "Hello world!" atau
langsung melakukan perenungan filosofis, "Dimana
saya?", atau"Alam apakah ini?" atau "Apa karakteristik
alam ini dan hukum2 apa saja yang berlaku?" Nah,
seiring dengan peningkatan usia tubuh ruh akan terus
mengalami penyempurnaan sehingga memiliki sifat2
tertentu yang berubah terus dipengaruhi oleh
lingkungannya sampai tubuh orang yang didiaminya
meninggal. Nah, karena ruh ini telah mengalami
penyempurnaan yang tidak pernah mundur, sangat sia-sia
sekali kalau ruh akan musnah juga begitu tubuh yang
didiaminya musnah.

Pastilah ruh ini tetap ada dan melanjutkan
perjalanannya, namun menempati medium yang lain,
mungkin mediumnya adalah alam ghaib, alam nonmateri
atau apalah.

Sampai nanti dibangkitkan kembali dan dikasih tubuh
materi yang baru, kemudian disiksa di surga atau
neraka di hari kiamat. Ini berlaku buat semua orang.

Nah, kalau kita mengatakan bahwa Mirza adalah titisan
Nabi Isa AS yang telah hidup zaman dahulu, maka ini
berarti ruh Nabi Isa AS menciut menjadi ruh bayi
lagi dan menjadi tidak sempurna. Atau kalau tidak
demikian, maka semenjak bayi Mirza harus sudah
memiliki intelektual orang dewasa, eh salah, lebih
dari itu,
intelektualitas seorang Nabi!! Dengan kata lain hanya
ada dua pilihan, ruh Nabi Isa AS akan seperti pohon
yang menciut jadi benih lagi, atau kalau tidak,
seharusnya semenjak bayi Mirza sudah bisa ngomong
seperti orang dewasa. Jangankan di kehidupan kedua
(apabila ada), di kehidupan pertama saja Nabi Isa AS
ketika bayi sudah bisa ngomong. Beliau ketika itu
membantah tuduhan orang-orang Yahudi yang mengatakan
bahwa ibunya telah berzina. Nah apakah Mirza ketika
masih bayi (minimal balita) sudah memiliki
intelektualitas orang dewasa? Apakah jiwanya yang
nampak melalui perilakunya sehari-hari memang layak
untuk menyandang gelar "Ruhullah"? Mungkin kita harus
menanyakan ini kepada orang Ahmadiyah.

Anonymous said...

Awi:

Ass.
Beberapa kesimpulan yang mungkin bisa diambil darie= panjang lebarnya diskusi diatas diantaranya adalah :
Masalah Khaatam (Kh-alif-ta-mim)memang berarti Cincin, Stempel (bisa dilihat di kamur atapun terjemahan hadist 2).Bila khaatam dirangkai dengan kata benda majemuk akan berarti yang terbaik. Misal Masjid yang terbaik, Aulia terbaik. Maka ketika dialquran ada kata Khaatamannabiyyiin, maka arti yang paling afdhol adalah nabi terbaik diantara nabi2 yang ada.

Mengenai Mahdi & isa memang satu wujud, seperti hadist nabi laa mahdiya illa isa (Tiada mahdi selain isa). Yg jadi penelahaan adalah : hadist tsb palsu atau pikiran kita yang kurang berkembang krn terpaku oleh doktrin bahwa setiap kata isa pasti terbayang isa nasareth dulu. disitulah awal kebinguna kita. Padalah Allah sering memberi sebutan yang sama kepada dua benda yang berlainan namun mempunyai kesamaan dalam hal-hal tertentu. Seperti nabi nur dijuluki adam kecil, nabi yahya dijuluki nabi ilyas. Kemudian nabi muhammad saw memberik julukan kepada Abu Jahal sebagai Firaun di masa nabi saw. Kemudian kaum muhajirin memberi julukan kepada nabi saw sebagai bulan dan matahari. Atau kita yang sering menyebut Perdana menteri Mahatir Muhammad sebagai soekarno Kecil.
Begitulan ketika Allah swt akan menurunkan Isa diakhir Zaman adalah utusan lain yang dalam beberapa hal mirip dengan nabi isa as dulu, entah model cara cakwahnya, cara penerimaan manusia di jamannya masing2 atau lain hal.
Jadi Imam mahdi atau Isa adalah dalam hal julukan kerohanian, sedang nama fisik keseharian adadalah sesuatu yang beda.
Jadi di islam tidak adalah Reinkarnasi, begitulah penjelsan kami tentang reinkarnasi.

Satu topik yang sangat penting yg harusnya kita bahas adalah, siapakah sesungkuhnya yang berhak memberi seseorang itu sesat atau tidak.
Jawabnya adalah, HANYA ALLAH SWT.
Minimal ada 3 firman Allah swt yang menyatkana bahwa hanya allah lah yang paling tahu mana yagn sesat mana yang tidak, karana allah swt lah yang paling tahu.
MUI adalah suatu lembaga sejenis baguyuban pedang tahu tempe yang tidak berbadan hukum, dibuat oleh pemerintah yang didalamnya adalah terdiri dari "ulama2 beberap firqoh" sealiran yang bergerak berdasarkan kepentingna untuk mementingkan alirannya.
Ingat Hadist nabi, Islam akan hanya tinggal namanya, Al quran hanya tinggal tulisannya dan manusia paling kotor dikolom langit ini adalah ulama-ulama, karena dari mulut-mulutnya keluar fitnah2.
Jadi apakah MUI berhak menentukan suatu firqoh itu sesat menurut analisanya sebagai tingkat kesempurnaan dan keluasan jangkaun kemampuan pikiran manusia yang bisa setara dengan keluasan Allah swt? Tidak.......kecuali MUI merasa sebagai Allah baru.
Lakum dinukum waliyadin.
Bagimu keyakinamu, bagiku keyakinanku. Mari hidup berdampingan dan saling berlomba2 dalam keabaikan, bukan pengrusakan.


wassalam.