Sunday, July 10, 2005

Status Hoka Hoka Bento

ditendang dari milis [halal-baik-enak@yahoogroups.com]
Meragukan Resto Jepang

Resto Jepang tergolong favorit bagi lidah Indonesia. Tapi, sebagian orang meragukan kehalalannya

''Pak Anton, bagaimana status kehalalan restoran Hanamasa? Yang saya tahu, Hanamasa pemilik sahamnya kan Pak Eric Thohir (Republika). Karena itu, dulunya saya pikir sudah mendapat sertifikat halal,'' tanya Dini kepada DR Anton Apriyantono melalui milis halal_baik_enak.

Mengingat Hanamasa cukup sering dipertanyakan, beberapa waktu lalu Anton lantas mengecek statusnya langsung ke database LPPOM MUI. Dari pengurus LPPOM Anton tahu, Hanamasa memang pernah meminta diaudit kehalalannya. Nah, ketika itulah, LPPOM menemukan bahan-bahan haram yang digunakan Hanamasa seperti mirin, sake, dan rhum.

Mirin, menurut kamus resep masakan Jepang, adalah alokohol manis yang dibuat dari mochigome dan komekoji (yeast). Ada dua type mirin, yaitu hon dan shin. Shin mengandung alkohol kurang dari 1%. Mirin merupakan bahan esensial dalam makanan Jepang. Sake adalah arak putih yang biasanya terbuat dari air perasan beras ketan, anggur atau tape. Sedangkan rhum, tergolong wine kelas berat.

Sayangnya, setelah dijelaskan oleh LPPOM MUI perihal bahan-bahan bermasalah tersebut, Hanamasa tidak datang-datang lagi ke LPPOM MUI. ''Mereka tidak melanjutkan proses auditingnya,'' ungkap Anton. Namun, resto Jepang ini tampaknya nekad. Di sebuah majalah Islam, dia mengiklankan dirinya sebagai resto halal. ''Karena dimuat di majalah Islam, saya pikir Hanamasa sudah bersertifikat halal,'' kata Dini. Pembaca majalah yang sama, Berlia Saridanti, setelah menemukan iklan itu lantas meminta konfirmasi pada teman-teman dan kantor majalah tersebut. ''Katanya sudah halal, meskipun saya tidak menemukannya di Jurnal Halal,'' kata Berlia.

Berdasarkan laporan masyarakat, LPPOM MUI pernah menegur pengelola Hanamasa untuk tidak mengklaim dirinya halal. Tapi, Hanamasa nekad saja. Resto Jepang lain yang kerap dipersoalkan adalah Hoka Hoka Bento (Hokben). ''Sampai saat ini Hokben belum mendapatkan sertifikat halal,'' tegas Anton. Ia menambahkan, setahu saya belum ada satu restoran Jepang pun yang sudah mendapatkan sertifikat halal. ''Dari segi kehalalannya makanan Jepang jelas rawan karena banyak menggunakan sake dan mirin. Saya cenderung untuk menganjurkan menghindari restoran Jepang.''

Pernah, Anton berkisah, di suatu industri dirinya memberikan penjelasan mengenai sistem jaminan halal. Pada saat makan siang, semua peserta disuguhi paket Hoka Hoka Bento. ''Begitu saya tahu, langsung saja dengan tegas dan sopan saya menolak makanan tersebut dan minta diganti dengan makanan dari restoran padang saja. Alhamdulilah, orang yang di industri tersebut mau mengganti dan bisa memahami permintaan saya,'' kata Anton.

Ia menyayangkan, tampaknya masih banyak orang Islam yang kurang peduli pada soal kehalalan makanan, termasuk masakan Jepang. ''Hanamasa itu kan pemiliknya muslim,'' keluh Anton. Lihat saja, katanya, yang datang ke Hoka Hoka Bento bahkan banyak yang berjilbab. Nah, sikap konsumen inilah yang membuat pengusaha resto nekad.

Maka, Anton Apriyantono mengajak semua kalangan untuk menyadarkan konsumen dengan berbagai usaha dan cara yang baik. Selain itu, juga mendidik sikap kritis konsumen muslim. ''Selama konsumen tidak selektif, maka pihak restoran akan tenang-tenang saja meskipun tidak mau mengurus sertifikat halal dan tetap menggunakan sake, mirin dan bahan haram lainnya,''tandas Anton.

Tapi, jika Anda penikmat masakan Jepang, jangan khawatir. Cobalah datang ke Saki-yuki, Japanese Food, di kawasan Blok S Jakarta Selatan. Menurut pengelolanya, Saki-yuki adalah Warung Jepang kaki lima penyedia bermacam-macam masakan Jepang halal. ''Salah satu visi dan misi kami adalah menyediakan masakan Jepang yang halal, sesuai dengan pronsip halal-haram dalam syari'at Islam,'' kata pengelolanya. Selain tidak menggunakan bahan semacam rhum, mirin, sake, atau angchiu, ia pun mengaku hanya menggunakan komponen-komponen dasar yang jelas kehalalannya dan telah mendapatkan sertifikat halal MUI.
(nurbowo/FIKRI/INSANI).

Artikel terkait bisa dilihat di sini.

(ps: bisa jadi ini adalah perang dagang, terutama di paragraf terakhir disebutkan nama restoran yang (mengklaim) dirinya halal;-) Terlepas dari itu semua, halal haram ini memang patut membuat kita lebih berhati-hati.)

4 comments:

Anonymous said...

yang membuat MUI itu otoritatif terhadap muslim Indonesia apa ya? apakah anggotanya dipilih melalui semacam pemilu? kalau tidak, kenapa kita harus percaya begitu saja dengan apa yang dikeluarkan oleh MUI (baik itu sertifikasi halal atau fatwa atau apalah)?

M Fahmi Aulia said...

begini pak Cronos ;-) MUI merupakan organisasi Islam yang anggotanya dipilih oleh MUI Pusat. Pemilihan anggota MUI didasarkan oleh banyak hal, seperti kapabilitas, kredibilitas, kemudian penerapan ilmu (frekuensi ceramah). Saat sebuah nama disodorkan, ada tim yang akan 'meneliti' pribadi ybs, apakah pernah mendirikan/menerapkan Islam 'sempalan', kemudian bagaimana pengetahuannya, dst dst.

Setelah diselidiki+diteliti, diadakan diskusi dan persetujuan(/penolakan) pencalonan anggota tsb.

Mengenai mengapa kita mesti mempercayai ttg sertifikasi halal dan hal2 lain (penetapan 1 Syawal, misalnya) karena anggota MUI tidak saja ulama, namun juga ada para ahli, seperti ahli astronomi dari ITB (Mubyarto?), lalu ada ahli gizi dan pangan (coba lihat link di artikel ini ttg breadtalk), ilmu hisab, dst dst.

Jika ada permasalahan, akan berkumpul ulama + ilmuwan (muslim), dirembugkan, diteliti (bahkan utk makanan, ada lab khusus yang ngetes) lalu diskusi dan akhirnya keluar keputusan.

Mungkin, utk lebih jelasnya bisa dicek di situs MUI

Jika ada pertanyaan lebih lanjut, saya akan tampung dulu...mesti diskusi dengan anggota MUI setempat ;-)

M Fahmi Aulia said...

tambahan: cmiiw, di Amerika juga ada lembaga semacam ini...CAIR.

Anonymous said...

sorry waktu itu nggak jadi dilanjutin diskusi-nya. tapi sehubungan dengan CAIR, ternyata mereka baru saja mengeluarkan fatwa tuh:

http://www.cair-net.org/downloads/fatwa.htm

patut dicontoh nih yang kayak begini. MUI kapan bikin yang kayak beginian?